Denny JA
intelmediabali .Jakarta-Judul esai pendek ini sangat panjang. Itu karena esai ini menggabungkan beberapa berita.
Membaca berita itu, kita pun mereka: akankah Anies merevisi rencana PSBB Totalnya? Rencana semula tetap Anies dilaksanakan tapi dengan modifikasi. Kritik terlalu kuat untuk Anies abaikan.
Menyusul rencana PSBB Total Jakarta dimulai tanggal 14 September 2020, berbagai respon mengemuka.
Respon pertama datang dari kolega sesama gubernur Ridwan Kamil. Ia menyarankan. Sebelum Anies benar benar mengambil kebijakan PSBB, sebaiknya Anies berkonsultasi dulu dengan pemerintahan pusat.
Bagaimanapun Jakarta adalah ibu kota negara. Berbeda dengan provinsi lain, efek Jakarta segera berskala nasional.
Ridwan Kamil menunjukkan bukti. Pernyataan mengejutkan Anies sudah membuat hampir 300 Trilyun dana menguap di bursa saham (1) Ekonomi Indonesia yang sudah terpuruk, semakin parah dengan berkurangnya kapitalisasi pasar hampir 300 trilyun.
Padahal dinamika negatif itu bisa diatasi jika rencana kebijakan gubernur DKI itu lebih dikemas, didiskusikan dulu dengan pemerintah pusat, dan dilakukan dulu persiapan sebelumnya.
Walikota Bogor, Bima Arya, pun memberikan respon tidak positif. Kebijakan PSBB Total hanya efektif jika juga didukung oleh wilayah sekitar.
Tapi menurut Bima Arya, Anies perlu lebih memantabkan dulu apa konsep besarnya. Sama dengan Ridwan Kamil, saran Bima Arya, Anies sebaiknya koordinasi dulu dengan pemerintah pusat. (2)
Respon kedua datang dari Menko Ekonomi Airlangga Hartarto, dan para menteri Jokowi lainnya. Tidak main main, posisi Airlangga kini ditunjukkan presiden sebagai ketua Tim Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Airlangga memberikan informasi yang berbeda. Ia tidak menyatakan ketika PSBB diperketat di Jakarta 14 Sept 2020, semua harus work from home. Ujar Airlangga, 50 persen pekerja tetap boleh datang ke kantor. Terapkan flexible working hours, bukan 100 persen working from home. (3)
Airlangga pun membantah terbatasnya kapasitas rumah sakit. Apalagi hotel bintang dua dan tiga bisa dialihkan untuk merawat yang sakit.
Airlangga juga mengeritik kebijakan ganjil genap Kendaraan yang diterapkan Anies Baswedan yang ikut memperparah situasi. Gara gara kendaraannya tak bisa digunakan karena ganjil genap, publik lebih menumpuk menggunakan transportasi umum. Di area ini, penularan juga terjadi.
Respon ketiga datang dari para pengusaha. Menurut mereka, PSBB total jakarta yang pertama di bulan April 2020, usaha mereka sudah sangat terpuruk.
PSBB transisi yang diambil Anies sejak bulan Juni 2020 lumayan membuat mereka bisa bernafas kembali. Namun itu tetap memerlukan waktu untuk recovery.
Baru saja akan tumbuh, dengan sisa nafas terakhir, PSBB total berikutnya 14 September 2020 akan membuat sebagian usaha mereka mati. PHK lebih besar akan terjadi lagi.
Wakil ketua umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Fernando Repi, akan mengirim surat protes soal penutupan toko modern seperti mall. (4)
Bukankah akan lebih baik untuk semua jika toko dibolehkan buka dengan protokol kesehatan diperketat?
Respon keempat datang dari pedagang kecil. Mereka paling terkena dampak PSBB total. Usaha mereka misalnya belum tersentuh oleh pembelian online. Mereka mendapat nafkah karena ada yang berkunjung fisik ke area mereka.
Mukroni, perdagang warteg, cukup mewakili kultur pedagang kecil. Ujar Mukroni, 90 persen penghasilannya itu Ia peroleh karena orang datang dan makan di wartegnya. (5)
Jika orang dilarang duduk untuk makan di wartegnya, 90 persen pendapatannya hilang.
Sementara Ia harus mencari nafkah menghidupi keluarga. Bansos pemerintah juga tak diterima semua yang membutuhkan. Siapa yang bersedia memberi nafkah keluarganya?
Anies Baswedan tentu memiliki alasan kuat untuk bertindak. Peningkatan virus corona di Jakarta sudah di batas yang membahayakan. Daya tampung rumah sakit sudah diambang yang kritis.
Ujar Anies: “Rem darurat harus kita tarik. Bukan lagi PSBB transisi. Tapi PSBB seperti di masa awal dulu. PSBB Total.
Antara lain: kembali work from home. Bukan bekerjanya yang dilarang. Tapi perkantoran yang non esensial yang ditiadakan. Tempat hiburan ditutup. Rumah makan boleh beroperasi tapi tidak makan di lokasi.
Pertanyaannya apakah PSBB total seperti ini satu satunya pilihan? Adakah pilihan lain yang dapat menahan laju penularan pandemik, tapi ekonomi masyarakat tetap berjalan?
Anies dapat mempertimbangkan model PSBB yang lebih moderat. Pengawasan protokol kesehatan diperketat. Tapi di lokasi yang kontrol protokol kesehatannya terjaga, bukankah sebaiknya publik dibolehkan mencari nafkah, berkantor? Bukankah ini lebih elegan?
Jokowi sendiri, melalui Juru Bicaranya, memilih pembatasan sosial yang lebih moderat. Itu adalah PSBM: Pembatasan Sosial Berskala Mikro. Ini pembatasan yang tidak total. Lebih selektif. Lebih berbasis komunitas. (6)
Apalagi Jokowi kini sudah memerintahkan Mendagri, Kapolri dan Panglima TNI untuk mengawal khusus pelaksanaan protokol
Kesehatan. (7)
Ibarat mengahalau nyamuk malaria, cukup targeting sarang nyamuknya. Tak perlu satu meriam besar memborbadir satu kota.
Targeting. Selecting. Itu kata kuncinya.
Kita mendukung tanggung jawab Anies Baswedan mengambil langkah yang perlu. Sekaligus menyarankan Anies mempertimbangkan PSBB, yang dimodifikasi.
PSBB yang dimodifikasi bisa kita sebut PSSS: Pembatasan Sosial Secara Selektif. Untuk tempat yang memenuhi standard protokol Kesehatan, sebaiknya publik dibolehkan mencari nafkah, berkantor, makan di lokasi dengan menjaga jarak, dan sebagainya.
Tapi harus dipastikan. Protokol kesehatan di area itu memang terpenuhi.
Dikabarkan Anies segera bertemu Airlangga Hartarto. Semoga perjumpaan dua pemimpin ini melahirkan paket kebijakan yang lebih sesuai .***
Sept 2020
Deny J.A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar