(Tinjauan Perspektif Hukum dan Politik)
Oleh: Saiful Huda Ems.
Denpasar ,Intelmediabali.id-Sejak kemunculan Panglima Kodam Jaya Mayjend. TNI Dudung Abdurachman ke permukaan dengan statementnya yang tegas dan berani, dimana beliau menyatakan jangan coba-coba membuat kekacauan di Jakarta dan kalau perlu FPI dibubarkan saja, masyarakat perindu ketegasan pemerintah beserta segenap institusi penegak hukumnya dalam menyikapi kelompok-kelompok radikal seperti FPI dengan Rizieq Shihabnya, dibuat terkagum-kagum dan menaruh harap padanya.
Mayjend. TNI Dudung Abdurahman --Bhs. Arab yang jika diterjemahkan dalam Bhs. Indonesia berarti Dudung hamba yang penuh kasih-- seperti pahlawan baru yang selama ini dinanti-nantikan kehadirannya. Betapa tidak, negara selama ini dengan segenap institusi militernya yang canggih dan lengkap seperti tak berdaya menyikapi kelompok-kelompok radikal dan intoleran di negeri sendiri. Karena itu ketegasan Mayjend. TNI Dudung Abdurahman adalah ketegasan yang memukau dan melegakan hati banyak orang.
Beliau tegas dan pemberani yang bisa jadi mewarisi keberanian seorang tokoh politik muslim sipil terkemuka di masa lalu yang nyaris menyerupai namanya, yakni Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sebagai seorang prajurit Sapta Marga sekaligus sebagai seorang muslim beliau tampil ke muka untuk menyikapi kelompok radikal yang mengklaim sebagai pejuang Islam. Dudung seakan mau menunjukkan pada seluruh warga negara Indonesia, bahwa Islam sejatinya tidak seperti yang ditampakkan oleh FPI dengan Rizieqnya, dan Dudung kemudian menginstruksikan seluruh jajaran pasukan yang berada di bawah kendalinya untuk mencopot semua spanduk-spanduk dan baliho-baliho FPI yang memajang gambar Rizieq Shihab. Dahsyat !.
Muncul kemudian protes dari seorang anggota DPR RI dari Partai Gerindra yang selama ini sudah berlangganan memberikan statement tidak bermutu, yakni Fadli Zon. Ia dan beberapa orang lainnya pendukung Rizieq Shihab memprotes ketegasan Dudung yang menginginkan pembubaran FPI itu. Pun demikian dengan aksi-aksi pencopotan spanduk dan baliho-baliho bergambar Rizieq Shihab yang dinilai telah melanggar Undang-undang, karena TNI dianggapnya sudah bertindak terlalu jauh seolah telah mencampuri urusan politik dan mengerjakan sesuatu yang bukan merupakan domain atau kewenangannya.
Menghadapi persoalan itu, sebagai seorang advokat dan ketua umum ORMAS saya telah diminta oleh teman-teman untuk memberikan pandangan saya dari perspektif hukum dan politiknya. Oleh karena itu, baiklah saya akan mulai mengemukakan pandangan saya:
Dalam UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI telah disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1):
Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan keutuhan bangsa dan negara.
Sedangkan dalam Pasal 7 ayat (2) dinyatakan sbb:
Tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan:
a. Operasi militer untuk perang.
b. Operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. Mengatasi gerakan sparatis bersenjata.
2. Mengatasi pemberontakan bersenjata.
3. Mengatasi aksi terorisme.
4. Mengamankan wilayah perbatasan.
5. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis.
6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.
7. Mengamankan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya.
8. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta.
9. Membantu tugas pemerintahan di daerah.
10. MEMBANTU TUGAS KEPOLISIAN NEGARA RI DALAM RANGKA TUGAS KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG.
11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia.
Tolong dicermati dalam angka 10 yang hurufnya saya perbesar, dalam angka 10 itu jelas sekali telah mempertegas dasar hukum bahwa apa yang dilakukan oleh Panglima Kodam Jaya Mayjend. Dudung Abdurachman yang telah memerintahkan para prajurit bawahannya itu adalah dalam rangka membantu tugas kepolisian negara RI dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat. Dan operasi militer selain perang yang dilakukan oleh TNI itu sudah jamak terjadi pula di negara-negara lainnya yang biasa disebut dengan Military operations other than war. Jadi jika melihat kenyataan yang seperti itu, lalu apanya yang dianggap melanggar Undang-undang?
Saya ini heran, kenapa setiap institusi yang berwenang ingin melaksanakan tugasnya dengan benar, selalu saja ada yang mencemoohnya? Apakah ini terjadi karena kebutaan hukum ataukah memang karena motif politik yang ingin melihat negara lumpuh di tengah terjangan gelombang radikalisme? Apa yang dilakukan oleh Mayjend. Dudung Abdurachman itu merupakan kesepakatan bersama dengan institusi POLRI, karena Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sendiri jelas menyatakan di hadapan para wartawan bahwa ia sepakat dengan apa yang dinyatakan dan dilakukan oleh Pangdam Jaya bersama pasukannya.
Sudah menjadi rahasia umum, persoalan Rizieq Shihab bersama FPI nya adalah persoalan sensitif, karena Rizieq bersama FPI nampaknya telah berhasil mencitrakan diri dan kelompoknya sebagai pejuang Islam. Maka apa yang mereka lakukan seringkali mendapatkan dukungan penuh dari para simpatisannya yang bringas, hingga siapapun yang menghalangi aksi-aksinya yang kerap melanggar hukum akan dicap sebagai musuh Islam. Olehnya, nampaknya POLRI tidak ingin menjadi sasaran target satu-satunya serangan mereka, terlebih selama ini TNI telah dikesankan menjadi pendukung gerakan mereka. Maka, munculnya Mayjend. Dudung beserta ketegasan aksinya yang telah turun tangan memback up tugas POLRI merupakan suatu titik terang bahwa TNI ternyata masih berpihak pada rakyat dan pemerintahan Jokowi yang sah, dan bukan berpihak pada kelompok-kelompok radikal yang melawan konstitusi negara
21 November 2020.
Saiful Huda Ems (SHE). Ketua Umum Pimpinan Pusat HARIMAU PERUBAHAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar