Oleh : Dahono Prasetyo
Senin 5 April 2021
Jogjakarta,Intelmediabali.id
Kita kadang sibuk mempersoalkan hal hal subtansi : Penembakan, Bom, Ormas, Prosedur penangkapan dan hal hal yang bersifat "hulu". Sedangkan persoalan di hilir yang mendasari kejadian tidak pernah tersentuh/diributkan.
Hanya butuh waktu 1 bulan untuk menangkap pelaku dahsyatnya bom Bali. Bom JW Marriott hanya 1 minggu. Bom panci, Atrium, Sarinah Mabes, Gereja hanya hitungan 3x24 jam.
Apakah itu menjadi akhir teror radikalisme? Jawabannya tidak.
Selama intoleransi, Radikalime, Teroris masih mendapat asupan dakwah, ceramah dan logistik, selamanya hanya akan gugur satu tumbuh seribu.
Pertanyaan selanjutnya :
1. Mengapa PPATK tidak berniat membuka aliran dana dari timur tengah yang mengalir ke rekening ormas dan lembaga dakwah radikal?
2. Mengapa lembaga donasi ACT yang jelas mensupport teroris di luar negeri tidak pernah diusut?
3. Mengapa PKS sebagai Partai Politik yang paling gencar memperjuangkan Negara Syari'ah semakin banyak pengikutnya?
4. Mengapa negara diam saja ketika mimbar dakwah ceramah Intoleransi dan Radikalisme yang menjadi media efektif pembibitan kader jihad masih marak di media sosial.
4 saja persoalan mendasar yang belum terjawab hingga detik ini. Negara yang sesungguhnya sudah "terkepung" oleh arus politisasi Agama. Dan jika itu dibiarkan, hanya menghitung waktu Indonesia menjadi Suriah/Yaman/Libya/Irak. 4 negara sekuler yang semudah membalikkan tangan tiba tiba berubah menjadi negara Islam berisi puing-puing reruntuhan sisa perang saudara.
Itulah saatnya kita sama sama menyesal atas rusaknya persatuan yang harus dibayarkan. Lalu kita mulai dari nol lagi membangun puing-puing atas uluran tangan negara lain, yang pasti tidak gratisan.( RED)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar