Buleleng, Intelmediabali. Id-
Gede Arka Wijaya Atau yang familiar di panggil jro arka sudah merasa jengah dan bosen selalu "di zalimi" dan tidak diperlakukan secara adil oleh kelakuan salah satu oknum pengacara yang sama kepada dirinya,
Menurut Penuturan ke team media Kasus yang membelitnya tidak ada masuk akal secara logika, contoh pada kasus yang memvonis dia bersalah selama 10 Bulan walaupun memiliki keputusan hukum tetap sampai saat ini dirinya belum bisa menerima karena dugaan banyaknya intrik dan konspirasi beberapa pihak kepada dirinya
Ditambahkan jro arka Ini Seolah Olah masalah pribadi bukan masalah hukum, dulu kasus dengan Deni yang notabene adalah putra dari bapak Budi hartawan selaku pengacaranya, sekarang pelapor kasus lain juga pengacaranya orang sama dan kasus kasus yang lain.
"Aneh Kalau saya harus mengganti rugi dengan jaminan rumah di Pulau Lombok senilai 250 Juta, Putusan pidana berbeda dengan perdata "Jelasnya melalui Sambungan Whatapps
Didampingi Ajik Dewa Jek dan Mangku Doglas, Jro Arka melakukan Sumpah Sakra menurut Agama Hindu di Pura di halaman kantor Pengadilan Negeri Singaraja pada senin (13/06)
Selain menyiapkan Sarana Banten Pejati Jro Arka juga bersumpah diatas bhagawad Gita , Selain melakukan Sumpah Sakral dan Meminta keadilan juga menantang para pihak yang terlibat urusan dengan melakukan hal yang sama.
Terpantau di lokasi Aksi Jro Arka mengundang keingintahuan kepala Pengadilan Negeri Singaraja Heriyani SH M.Hum sehingga beliau sampai turun melihat dan menanyakan hal tersebut ke stafnya dan pihak keamanan
Berikut Video Statemen Jro Arka yang berhasil di susun team media di lokasi kegiatan.
Dikutip dari beberapa sumber, Umat Hindu di Bali tidak terlepas dari berbagai ritual dengan aneka sarana upakara seperti banten (sejenis sesajen). Orang Bali mengenal banyak macam banten dengan filosofi serta fungsinya masing-masing.
Banten sebagai sarana upakara disebutkan dalam Lontar Yajna Prakrti: "Sahananing Bebanten Pinaka Raganta Tuwi, Pinaka Warna Rupaning Ida Bhattara, Pinaka anda Bhuvana". Artinya: semua jenis banten (upakara) merupakan simbol diri kita, lambang kemahakuasaan Sang Hyang Widhi dan sebagai lambang alam semesta atau Bhuana Agung.
Sementara dalam Lontar Tegesing Sarwa Banten juga disebutkan: "Banten mapiteges pakahyunan, nga; pakahyunane sane jangkep galang". Artinya: banten tiada lain merupakan buah pemikiran yang lengkap dan bersih.
Salah satu banten yang paling sering digunakan oleh umat Hindu di Bali adalah banten pejati.
Pejati sendiri berasal dari kata jati yang dalam bahasa Bali berarti sungguh-sungguh. Kata 'jati' mendapat awalan 'pa' sehingga kata pejati dimaknai sebagai wujud kesungguhan seseorang.
Pejati menjadi sarana mengungkapkan rasa kesungguhan hati ke hadapan Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya ketika hendak melaksanakan upacara tertentu.
Selain itu Banten pejati dikategorikan sebagai banten pokok yang paling sering dipergunakan umat Hindu di Bali ketika melaksanakan Panca Yadnya.
Sepanjang berita ini di tayangkan kami masih meminta konfirmasi dan pendapat ke beberapa pihak. (JC81)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar