Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Anggota Bawaslu Bali I Ketut Rudia. " Rumusan Pasal 32 ayat (1) huruf a PKPU 4 Tahun 2022 Dimaknai Luas, Berpotensi Timbulkan Masalah Di Lapangan"

Sabtu, 27 Agustus 2022 | Agustus 27, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-08-27T03:46:36Z



Klungkung- Memasuki tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan parpol peserta Pemilu 2024, sejumlah regulasi masih menjadi perdebatan. Salah satunya menyangkut PKPU 4 tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan plParpol peserta Pemilu anggota  legislatif. Salah satu pasal yang masih menjadi perdebatan adalah rumusan pasal 32  ayat (1) huruf a yang berbunyi: berstatus sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Aparatur Sipil Negara, Penyelenggara Pemilu, Kepala desa, atau jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

Pejabat lainnya selain diatur dalam undang-undang Pemilu, ternyata  sejumlah aturan diluar undang-undang Pemilu terutama dari kementrian lembaga yang mempekerjakan pihak swasta dengan jabatan profesi tertentu juga mengatur larangan menjadi anggota Parpol. Hal ini akan dikhawatirkan ketika dilakukan verifikasi administrasi maupun faktual keanggotaan Parpol, menimbulkan kerumitan tersendiri. Hal itu dikatakan anggota Bawaslu Bali, I Ketut Rudia saat menjadi narasumber dalam kegiatan Sosialisasi dan Implementasi Peraturan Bawaslu dan Produk Non Peraturan Bawaslu Klungkung yang bertempat di hotel Rumah Luwih, Jumat (26/8). 

Menurut Rudia, selain larangan menjadi anggota Parpol yang diatur dalam undang-undang Pemilu, ternyata sejumlah kementrian lembaga mengeluarkan larangan menjadi anggota Parpol untuk jabatan atau profesi tertentu. 

"Saya mencontohkan ada jabatan atau profesi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kementrian Sosial dan Tenaga Pendampinh di Kementrian Desa,"ujar Ketua Bawaslu Bali 2013-2018 ini. Lebih jauh Rudia memaparkan, dalam Perdirjen Pelindungan dan Jaminan Sosial N0 01/LJS/08/2018 tentang Kode Etik Sumber Daya Manusi PKH, pada pasal 10 huruf f berbunyi : dilarang terlibat dalam aktovitas politik praktis seperti pengurus dan/atau anggota partai politik.

 "Di Bali dan Indonesia, ada ribuan tenaga PKH. Bagaimana kalau nanti mereka terbukti menjadi anggota Parpol," ujar  Rudia bernada tanya. Mantan Ketua Panwaslu Buleleng ini juga menambahkan, selain di Kementrian Sosial, pada Kementrian Desa juga melarang para tenaga pendamping desa terlibat dalam politik praktis. Dikatakan, dalam Kepmen Desa dan PDT No 40/2021 ditegaskan, dalam menjalankan peranan dan fungsinya, sebagai seorang profesional Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dilarang menjabat dalam kepengurusan Parpol. "Itu baru dua kementrian yang kita dapatkan. Mungkin saja di kementrian lemabag yang mempekerjakan tenaga-tenaga profesional dalam rangka memfasilitasi kebutuhan masyarakat, mereka juga dilarang menjadi anggota parpol. Saya melihat ini bagus, karena agar mereka profesional bekerja di lapangan, karena mereka menggunakan anggaran negara, termasuk gajihnya," tutur Rudia yang juga tenaga profesional di Kementrian Dalam Negeri 2003-2009 ini.


Rudia berpendapat, jika di lapangan nanti ditemukan kasus-kasus di atas, pihaknya tidak akan serta merta mengatakan itu tidak memenuhi syarat sebagai anggota Parpol. Kenapa? Karena mereka dilarang di luar ketentuan undang-undang Pemilu. "Kalau kami menemukan, akan kami laporkan kepada kementeian atau lembaga yang mengangkatnya sebagai tenaga profesional. Kalau untuk tenaga PKH jika kami temukan, kami akan laporkan ke Dinas Sosial sebagai leading sektor Kementrian  Sosial di daerah. Sedangkan untuk Tenaga Pendamping Profesional dari Kementeian Desa dan PDT, akan kami laporkan ke Dina PMD setempat," urai mantan jurnalis ini.  

Ada sejumlah pertanyaan mengenai keberadaan desa adat di Bali. Rudia menjelaskan bahwa, untuk pihak-pihak yang duduk di struktur majelis, AD/ART majelis sudah mengatur larangan menjadi anggota parpol. "Tetapu untuk di desa adat dalam hal ini bendesa adat, itu otonum desa, kami tidak sampai ke sana. Paling kami hanya bisa menghimbau saja," tegas Rudia.


Rudia juga memaparkan, dilarangnya pejabat lainya menjadi anggota Parpol, lebih karena mereka-mereka masuk kategori pelayan birokrasi. Ketika berbicara pelayan birokrasi, di dalam undang-undang no 25 tahun 2009 tentang  Pelayanan Publik, ditegaskan bahwa pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan adalah sebagai suatu kewajiban dan janji penyelenggaraan kepada masyarakat dalam rangka pelayanamnyamg berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. "Dalam pandangan saya, bagaimana akan tercapai pelayanan yang maksimal dan terukur, jika sang pelayan masyarakat terkontaminasi dengan kepentingan parpol. Makanya, wajib bin wajib mereka harus bebas dari kepentingan dari kepentingan politik praktis, pungkas komisioner asal Desa Baturingit, Kubu Karangasem ini.

Menanggapi hal itu I Dawa Made Tirta Bandesa Madya Majelis Desa Adat Kabupaten Klungkung yang juga hadir dalam kegiatan tersebut mengatakan, memang ada kekahwatiran jika seoarang pejabat seperti Kepala Desa atau Prajuru Desa secara langsung menjadi anggota dan pengurus partai politik. Seperti di Kabupaten Klungkung masih ada Bandesa atau pengurus Desa Adat yang menjadi anggota dan pengurus partai politik.

Tidak ada komentar:

×
Berita Terbaru Update