Opini News .
Dibanding Anies saya lebih suka Prabowo, dibanding Prabowo saya lebih suka Ganjar, namun demikian potensi Anies dan Imin yang akan memaksimalkan sentimen Isue SARA, serta optimalisasi Politik Identitas, akan menjadi modal besar mereka untuk memenangkan PILPRES 2024.
Itulah yang ingin saya katakan yang sebenarnya, karena analisa politik bukanlah dilatar belakangi oleh soal rasa suka dan tidak suka, melainkan analisa politik adalah sesuatu yang seharusnya dikemukakan secara riil berdasarkan data dan fakta yang dimilikinya.
Anies itu politisi ulung, lihai, piawai meneropong berbagai celah untuk suksesnya tujuan politiknya, karenanya saya tidak kaget jika masih ada saja warga Nahdliyin yang mempercayainya dan bahkan mengidolakannya. Padahal Anies dari track recordnya sangat terlihat mudah berkhianat, ingkar janji dan sangat handal memainkan jurus manipulasi, pun demikian dengan Imin.
Jokowi, Prabowo, Uno dan terakhir SBY pernah "dikerjain" oleh Anies, demikian pula Gus Dur, Mahfud MD dan Prabowo pernah "dikerjain" oleh Imin. Kombinasi Anies dan Imin ini sangat mujarab, manjur untuk memenangkan pertarungan Pilpres, mengingat karakter pemilih Indonesia yang sangat mudah tertipu oleh kemasan atau pencitraan.
Pemilih yang sudah bosan dengan Prabowo yang bolak-balik nyapres apalagi selalu kalah, akan beralih ke Anies. Pemilih yang kecewa dengan Prabowo yang dulu didukungnya mati-matian untuk melawan Jokowi namun kemudian malah mau dimasukkan di jajaran kabinetnya Jokowi akan beralih ke Anies.
Pemilih yang ingin melihat corak baru pemerintahan yang lain dari Jokowi akan memilih Anies yang dianggapnya lebih relegius. Pemilih yang kecewa dengan penegakan hukum di era Pemerintahan Jokowi akan memilih Anies. Pemilih yang nantinya mudah terbuai oleh politisasi agama di setiap kampanyenya Anies-Imin akan memilih Anies.
Anies dan Imin adalah dua pasangan Belut Politik yang sama-sama sangat licin dan tak mudah dipegang kata-katanya, tak bisa diharapkan komitmen kesetiaan janjinya. Jika Ganjar dan Prabowo tidak mewaspadai pergerakan mereka, maka bisa dipastikan keduanya akan kalah.
Cara terbaik bagi Ganjar untuk menang haruslah selekasnya merangkul kekuatan NU dan Muhammadiyah. Satu pasangan Capres/Cawapres yang sama-sama dari PDIP, hanya akan dijadikan musuh kekuatan politik Islam bersama, jika Anies-Imin nantinya berhasil mempolitisasi agama.
Namun jika NU dan Muhammadiyah sudah membentengi Ganjar, maka serangan politik identitas ataupun SARA, dari pihak manapun akan mental dengan sendirinya, alias tertolak dan Ganjar akan menang. Pun demikian dengan Prabowo, haruslah lebih aktif lagi melobi tokoh-tokoh pergerakan eksponan Aktivis '98, jika kasus penculikan dan pembunuhannya tidak lagi ingin terus dihidupkan.
Dari berbagai analisa politik yang saya kemukakan di atas, saya pikir Presiden Jokowi harus mulai mengevaluasi lagi beberapa posisi menteri yang dijabat oleh perwakilan Partai Nasdem dan PKB yang sudah nyata membentuk komplotan Belut Politiknya. Mereka harusnya segera diganti dengan para tokoh relawan yang sudah teruji loyalitasnya pada Presiden Jokowi selama bertahun-tahun ini.
Dr. Haidar Alwi salah satunya, beliau sangat layak mengganti posisi menteri dari NASDEM dan PKB yang sudah tidak lagi berguna dan bahkan sudah merusak citra Pemerintahan Jokowi yang anti Politik Identitas dan SARA. Bersediakah Presiden Jokowi mempertimbangkannya? Kita tunggu saja bersama, semoga Presiden Jokowi segera tersadarkan ancaman bahaya dari para pendukung Politik Identitas yang sampai saat ini masih bercokol di kabinetnya, dan sesegera mungkin mengganti mereka dengan tokoh-tokoh relawan loyalis sejatinya.
(Redaksi )
SUMBER : Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pengamat Politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar