Buleleng , Dalam Politik Janji adalah sebuah Strategi paten yang tidak lekang oleh waktu .
Kali ini team media kami mengulas tentang tokoh nyata yang punya kemampuan dan prestasi dengan.tokoh nyata yang minim kemampuaan dan prestasi tapi diupayakan menjadi sebuah pilihan dari sebuah impian yang narasi hanya tokoh fiksi ini yang merubah sebuah keadaan .
Tokoh nyata walau mungkin kurang di publikasi karena mungkin kurang menarik dalam sisi ekonomis pengupload sebuah informasi , beda halnya dengan tokoh fiksi yang mempunyai amunisi logistik yang gencar membuat narasi sebuah pencapaian semu yang dibungkus realita dengan bumbu bumbu kritik .
Di bali sendiri walau mungkin berat untuk disampaikan ke publik , tapi karena fakta dan data yang presisi, Jejak Digital para calon pemimpin Bali dan Buleleng khususnya tidak terlepas dari sebuah indikator kegagalan , Dunia Politik berbeda dengan Dunia Profesi dan Keahlian sang tokoh . Berhasil di usaha belum tentu berhasil dalam dunia politik
Faktanya , ada beberapa yang berkompetisi di legislatif namun gagal , Pertanyaan publik yang di tanyakan ke kami adalah, Bagaimana mungkin mau berhasil di peperangan yang lebih besar , jika di perhelatan yang skalanya lebih kecil tidak mampu menjadi pemenang ? Indikatornya adalah kurang populer dan tidak mendapat simpati baik di Petahana ataupun Pendatang Baru .
Aromanya Machonya akan berbeda jika menang di legislatif dan maju di Pilkada yang syaratnya mundur , Dari Seorang pemenang maju lagi untuk berkompetisi menjadi juara lagi .beda hal nya jika gagal tapi kembali berkompentensi , dari seorang yang kalah itu indikatornya .
Kembali kedalam bab janji , atau janji yang disampaikan saat kampanye. Dari indeks kepuasan yang kami gali dari berbagai sumber , hampir mengatakan 65-70 persen Janji Kampanye tidak terealisasi selebihnya mengatakan puas
Orde Baru terlepas dari Pro Kontra selama ini mempunyai Garis Besar Haluan Negara dan Repelita ( Rencana Pembangunan Lima Tahun )yang jelas dan terukur . Dari jaman reformasi awal sampai sekarang beda presiden beda kebijakan sampai ke tingkat Bupati , begitupun dalam kabinet , misal Kurikulum sekolah dan kebijakan menteri agama berubah rubah .
Lantas apa korelasinya jika di hubungkan dengan Suksesi kepemimpinan di Bali dan Buleleng , tidak banyak pemimpin yang gagah perkasa mengakui keberhasilan.sebuah program dari pendahulunya , bahkan disinyalir meredupkan sebuah pencapaian dengan narasi narasi .
Solusi nya apakah perlu sebuah Perubahan yang radikal, Keberlanjutan dengan menekankan yang baik dipertahankan yang kurang baik di perbaiki , yang belum selesai di tuntaskan ataukah memulai lagi dari nol sebuah strategi yang hanya berumur singkat dan kembali dirombak saat berganti pemimpin ?
Apakah Nafsu Berkuasa sudah menghilangkan Sisi kemanusiaan sehingga yang sejalur adalah kawan ,yang beda adalah lawan tanpa mau menerima masukan dan koreksi.yang di analogikan sebuah ancaman ?
Nantikan ulasan kami berikutnya .(Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar