INTELMEDIABALI.ID - Di balik keindahan pariwisata Bali yang mendunia, tersembunyi sebuah tradisi yang sarat kontroversi: sabung ayam atau tajen. Bagi masyarakat Bali, tajen bukan sekedar ajang adu ayam, melainkan bagian dari tradisi spiritual dan budaya. Namun, di sisi lain, aktivitas ini sering disorot sebagai perjudian ilegal yang bertentangan dengan hukum di Indonesia.
Tajen sebagai Bagian dari Tradisi
Sabung ayam dalam budaya Bali memiliki akar yang dalam, terutama dalam ritual keagamaan Hindu. Tajen sering kali menjadi bagian dari upacara Tabuh Rah, yaitu ritual persembahan darah untuk menyeimbangkan energi baik dan buruk (rwa bhineda). Dalam konteks ini, sabung ayam dianggap sakral, bukan sekedar hiburan.
Upacara ini bahkan tercatat dalam lontar-lontar kuno Bali sebagai praktik spiritual yang diwariskan turun-temurun. Ayam yang diadu biasanya dipilih dengan cermat dan dirawat secara khusus, menunjukkan penghormatan masyarakat terhadap hewan tersebut sebagai bagian dari persembahan.
Transformasi menjadi Ajang Perjudian
Namun, realitas tajen saat ini tak lagi sepenuhnya sejalan dengan nilai-nilai tradisionalnya. Dalam banyak kasus, tajen justru lebih dikenal sebagai ajang perjudian yang menggiurkan. Uang taruhan mengalir deras, dan nilai spiritualnya memudar, digantikan oleh atmosfer kompetisi materialistis.
Perubahan ini membawa tajen ke wilayah abu-abu hukum. Di mata undang-undang Indonesia, perjudian adalah tindakan ilegal. Aparat sering kali menggerebek lokasi sabung ayam yang dicurigai menjadi tempat perjudian besar-besaran. Hal ini membuat tajen tak hanya menjadi isu budaya, tetapi juga isu hukum yang sensitif.
Antara Pelestarian dan Penegakan Hukum
Polemik tajen di Bali memunculkan dilema besar: bagaimana menjaga warisan budaya tanpa melanggar hukum? Sebagian pihak berpendapat bahwa tajen harus tetap dilestarikan, tetapi hanya untuk keperluan upacara keagamaan tanpa ada unsur perjudian. Di sisi lain, aparat hukum harus tegas menindak praktik perjudian yang mengatasnamakan tradisi.
Sementara itu, masyarakat Bali berada di tengah-tengah persimpangan ini. Di satu sisi, mereka ingin melestarikan budaya leluhur yang menjadi identitas mereka. Namun, di sisi lain, mereka juga harus menghadapi tekanan hukum dan stigma negatif yang muncul akibat transformasi tajen menjadi perjudian komersil.
Refleksi untuk Masa Depan
Tajen adalah cermin dari kompleksitas budaya Bali yang terus bergulat dengan modernitas dan globalisasi. Apakah sabung ayam bisa kembali ke akarnya sebagai tradisi sakral, ataukah ia akan terus menjadi sorotan sebagai perjudian ilegal? Jawabannya terletak pada kesadaran kolektif masyarakat Bali dan kebijakan yang bijaksana dari pemerintah.
Pada akhirnya, tajen bukan hanya soal ayam yang diadu, tetapi juga soal identitas, hukum, dan masa depan budaya Bali. Apa yang akan kita pilih: melestarikan tradisi dengan tanggung jawab, atau membiarkan tajen menjadi simbol dari ambiguitas moral dan hukum?.
Sumber : Bali Politika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar