Salah satu cara untuk menghindari gangguan kesehatan mental adalah mengenal atau menyadari diri kita sendiri. Utamanya di era kemajuan teknologi dan pesatnya laju media sosial seperti sekarang.
Hal tersebut terungkap dalam Webinar Series of Communication yang bertajuk Strategi Komunikasi Kesehatan Mental di Era Digital yang diselenggarakan oleh Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Hindu, Pascasarjana Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Selasa (25/2/2025).
Direktur Pascasarjana Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Prof. Dr. Dra. Relin Denayu Ekawati, M.Ag sebagai keynote speaker memberikan beberapa tips atau acara untuk menjaga kesehatan mental di era digital. Pertama, membatasi penggunaan media sosial dan tidak membandingkan hidup dengan orang lain. Kedua, pastikan informasi yang didapatkan khususnya mengenai kesehatan mental dari sumber yang kredibel. Ketiga, luangkan waktu untuk aktivitas di luar dunia maya seperti bersosialisasi dengan keluarga.
“Kemudian yang terakhir adalah jika anda mengalami masalah dengan kesehatan mental, jangan ragu untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental,” paparnya.
Guru besar bidang filsafat ini juga mengungkapkan gen X dan gen Z paling banyak menderita gangguan kesehatan mental di era digital ini. Gangguan yang diderita adalah gangguan kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma, gangguan makan, gangguan tidur, serta kecanduan internet dan media sosial.
“Kecanduan internet dan media sosial ini dapat mengganggu kehidupan sehari-hari, hubungan sosial dan tentunya kesehatan mental,” ungkap Prof. Relin.
Narasumber lainnya, seorang psikolog klinis dari RSUD Wangaya Denpasar Nena Mawar Sari, S.Psi., Psikolog mengatakan mengenali diri sendiri menjadi fondasi yang paling dasar. Manusia tidak pernah bisa menentukan atau tidak pernah tahu hal apa saja yang akan ditemui di media sosial atau dunia maya. Akan tetapi, dengan mengenal diri sendiri dan memiliki fondasi yang kuat mengenai diri sendiri, manusia bisa menentukan mana yang baik atau buruk bagi mereka. Seperti menentukan suatu konten di media sosial apakah baik untuk diri sendiri atau tidak. Menentukan sebuah komentar apa perlu ditanggapi atau tidak.
"Dengan mengenal diri kita, menyadari diri kita, apapun yang kita konsumsi di luar sana bisa dipilah mana yang mau dikonsumsi, mana yang tidak," jelasnya.
Dirinya pun berujar jika manusia atau orang telah mengetahui sesuatu konten di media sosial menjadi pemicu suatu trauma, manusia memiliki kemampuan untuk menyelesaikan trauma tersebut terlebih. Bukan dengan menghilangkan konten, melainkan menyembuhkan sumber trauma dalam diri. Tentunya jika sumber trauma sudah sembuh dalam diri, apapun kontennya manusia bisa menganggap tayangan itu sebagai hal biasa.
"Tentu fondasinya adalah mengenal dan menyadari diri sendiri dengan cara sederhana yaitu bertanya apa yang menjadi kesukaan kita, apa yang kita tidak suka, apa yang membuat kita bahagia atau tidak tanpa pengecualian. Ini bisa menghindarkan kita dari gangguan kesehatan mental," ujar Nena.
Sementara itu, Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Hindu Pascasarjana Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar Dr. I Dewa Ayu Hendrawathy Putri, S.Sos., M.Si dalam sambutan pembukanya menyebutkan kesehatan mental di era digital ini merupakan sebuah isu yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Kesehatan mental di era digital juga menjadi isu yang hangat dibahas untuk memahami tantangan dan peluang terkait dengan teknologi digital. Di era ini marak terjadi permasalahan-permasalahan sosial di sekitar masyarakat yang berdampak pada kesehatan mental.
"Tidak mengkhusus hanya di generasi muda, tapi juga semua generasi mengalami situasi yang sejenis," sebutnya.(IHD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar